Kekerasan dalam
Pendidikan
oleh
Mila Megawulandari
(Penulis adalah aktivis pendidikan di Universitas
Pedidikan Indonesia)
Pendidikan merupakan hal yang sangat
penting dalam kehidupan kita, yang berarti bahwa setiap manusia berhak mendapat
dan berharap untuk selalu berkembang dalam pendidikan dengan nyaman. Bagaimana
pendidikan itu dapat mencetak generasi emas yang diharapkan menjadi tombak peradaban dan obor pencerahan bagi bangsa dan
negaranya. Negara yang maju adalah negara yang salah satunya memiliki sumber
daya manusia yang mumpuni. Hal yang perlu dilakukan adalah dengan memberikan
pendidikan kepada setiap warga negaranya.
Indonesia memang sangat berharap dapat
mencetak generasi emas. Hal ini dapat dilihat dari tujuan pendidikan di
Indonesia yang dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Pasal 3
menyebutkan, "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab."
Namun Undang-undang tersebut hanyalah
sebuah rencana tertulis yang belum menjamin dapat merealisasikan dream come true sebuah negara. Jika kita
berbicara pendidikan di Indonesia, tentunya tidak akan terlepas dari pembicaraan
tentang masalah apa yang sebenarnya terjadi dalam pendidikan itu sendiri. Pada
kenyataannya banyak sekali terjadi masalah di dalam dunia pendidikan di
Indonesia terutama yang akan saya soroti yaitu kasus kekerasan dalam dunia
pendidikan yang selalu menghantui para pelajar dan orang tua murid terutama
terjadi di lembaga pendidikan.
Tawuran dan Pembulian
Berdasarkan data dari Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), terakhir pada tahun 2012 ada 3.871 kasus
kekerasan terhadap anak yang dilaporkan oleh masyarakat. Sedangkan kekerasan
yang dihimpun KPAI melalui media sebanyak 2.471 kasus, beberapa diantaranya
terjadi di lingkungan sekolah. Salah satu kasus
kekerasan yang dialami sang anak dalam dunia pendidikan yaitu kasus tawuran
pelajar. Hal tersebut masih dapat kita jumpai di beberapa sekolah maupun
perguruan tinggi. Masih ingat dalam ingatan kita bagaimana Teddi, siswa SMP Negeri 7 Batuceper, Kota Tangerang, Banten,
tewas setelah terkena lemparan batu terkait tawuran pelajar usai melaksanakan
Ujian Nasional (UN). Belum lagi tawuran klasik antar mahasiswa yang melibatkan
dua universitas terkenal. Padahal mahasiswa yang secara derajat intelektual dan
pengalamnnya lebih tinggi dari siswa seharusnya lebih dapat mengendalikan emosi
dan menggunakan otak daripada ototnya. Sungguh sangat disayangkan bila
perilaku anarkis menimpa kalangan siswa dan mahasiswa. Lembaga pendidikan
seakan terjebak pada kubangan persoalan yang bersifat anarkis.
Kekerasan yang tak kalah mengerutkan
dahi adalah pembulian atau bullying. Kasus
pembulian selama ini ada yang menekan pada fisik dan ada juga yang menyerang ke
mental sang anak. Pembulian sering terjadi di lembaga-lembaga pendidikan. Dalam kehidupan sehari-hari di sekolah, tindak pembulian fisik
sebenarnya tidak terlalu sulit kita deteksi ketika misalnya ada seorang pelajar
melakukan tindakan kekerasan dengan memukul, menendang, menggigit, menampar,
menjambak rambut, dan mencakar yang merugikan pihak yang dibuli.
Berbeda
dengan pembulian fisik. Pembulian kata-kata tidak mudah kita
identifikasikan, karena luka yang ditimbulkannya tidak tampak pada fisik
melainkan pada mental anak. Akan tetapi fenomena pembulian itu sendiri
bisa kita amati melalui kata-kata yang diucapkan. Kata-kata itu pada umumnya
bernada menghina, mengejek, merendahkan, dan mengancam. Bahkan bisa terjadi
bukan dengan kata melainkan dengan suatu tindakan seperti meludah, menjulurkan
lidah, memandang dengan sinis, mengucilkan teman dari lingkungan pergaulan atau
mendiami teman dengan tidak bertegur sapa.
Tindakan
pembulian sebabnya bisa bermacam-macam, biasanya banyak terjadi ketika masa
orientasi sekolah. Orang yang melakukan pembulian biasanya dilakukan dari
senior ke juniornya yang ingin menampakan tingkat status sosialnya dalam berkuasa.
Ketika akan memasuki sekolah tingkat pertama sampai perguruan tinggi selalu
terdapat ajang-ajang yang biasa disebut ospek. Dalam kegiatan ospek tersebut marak
terjadi pemukulan, penghinaan, bahkan pelecehan seksual. Pembulian guru yang
terhadap muridnya pun sering terjadi di beberapa sekolah di Indonesia. Guru
yang seharusnya menjadi panutan kepada siswanya seakan dianggap angker sehingga
tak jarang siswa merasa tertekan dan enggan sekolah. Fenomena tindakan
pembulian pun sayangnya dijadikan bahan pertontonan di acara televisi tanah air.
Sebenarnya masih banyak lagi macam-macam
kekerasan yang terjadi di dunia pendidikan. Namun kekerasan yang paling fatal
dan marak terjadi di Indonesia adalah dua kasus yang saya ungkapkan diatas
yaitu tawuran dan pembulian. Sangat bijak jika kasus kekerasan yang terjadi
disekolah dalam kegiatan apapun dihentikan. Semua pihak sudah saatnya belajar
dari pengalaman bahwa apapun bentuk kekerasan, dan apapun alasan serta tujuan
yang dikemukakan, ketika terjadi korban maka masalah tidak selesai begitu saja.
Perlu adanya tindakan yang dapat membuat jera para pelaku kekerasan. Tidak penting
bagi kalangan sekolah untuk saling menyalahkan atau mencari kesalahan orang
lain, meski sudah menjadi tabiat umum dari manusia paling senang menyalahkan
orang lain, yang paling penting adalah bagaimana semua pihak belajar dari semua
pengalaman untuk kemudian mengambil hikmah dari semua kejadian yang memilukan
itu.
Pada hari pendidikan nasional ini
merupakan saat yang tepat untuk kita, baik orang tua, pelajar, guru, dan
pihak-pihak yang terkait dapat bercermin, dan mengintropeksi diri serta dapat bekerja
sama merealisasikan tujuan dari pendidikan Indonesia sehingga apa yang menjadi
tujuan pendidikan nasional dapat tercapai. Mungkin kalau dilihat dari segi
kuantitas, sekarang ini jauh lebih banyak orang yang bisa mengenyam pendidikan
sampai jenjang yang lebih tinggi, dibandingkan dahulu. Tapi apabila dilihat
dari segi kualitas, apakah kualitas pendidikan sekarang ini sudah lebih baik
dari dahulu? jawabannya ada di tangan kita semua.
( ini opini dibuat tanggal 1 Mei 2013, baru dipublikasi sekarang semoga banyak yang berkenan membacanya, selamat membaca para bloger :D )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar